BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masalah sosial masih banyak terjadi di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : Kurangnya pendidikan dan keterampilan, Terpencil dan kurangnya perhatian dari pemerintah. Dalam artikel ini penulis akan membahas tentang zakat sebagai metode penanggulangan kemiskinan. Alasan mengapa penulis mengangkat zakat karena penulis melihat zakat itu sebagai salah satu kekuatan perekonomian di Indonesia. Tentunya bukan tanpa alasan penulis berpendapat demikian karena melihat jumlah penduduk muslim di Indonesia yang begitu banyak bahkan negara muslim terbesar di Dunia adalah Indonesia. Dengan melaksanakan zakat/sadakah tentunya akan membersihkan badan dan rezeki kita. Sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan. Menurut penulis dengan menunaikan zakat/sadakah akan menghidupkan rasa kepekaan terhadap masyarakat sekitar dan selain itu mempererat dan mengegality/ menyetarakan antara si kaya dan si miskin sesuai dengan prinsip Islam bahwa orang yang paling mulia itu adalah orang yang bertakwa bukan orang yang karya hartanya. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara zakat membantu mengentasakan kemiskinan di masyarakat ? C. Tujuan Penulisan Dengan selesainya artikel ini penulis berharap artikel ini dapat memperluas pengetahuan pembaca tentang peran zakat yang amat vital bagi pengentasan kemiskinan. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Zakat Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sedangkan Menurut Lisan al-Arab arti dasar dari kata zakat , ditinjau dari sudut bahasa adalah suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Apabila ditinjau dari segi istilah fikih, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak mengeluarkan sejumlah harta tertentu. Dalam al-Quran sendiri terdapat 32 buah kata zakat, bahkan sebanyak 82 kali diulang sebutannya dengan memakai kata-kata yang sinonim dengannya, yaitu sadakah dan infak. Pengulangan tersebut mengandung maksud bahwa zakat mempunyai kedudukan, fungsi dan peranan yang sangat penting. Dari 32 kata Zakat yang terdapat di dalam al-Qur’an, 29 di antaranya bergandengan dengan kata shalat. Ibadah shalat merupakan perwujudan hubungan dengan tuhan , sedangkan zakat merupakan perwujudan hubungan dengan Tuhan dan manusia. Nash al-Qur’an tentang zakat diturunkan dalam dua periode, yaitu periode Mekah dan periode Madinah. Perintah zakat yang diturunkan pada periode Mekah baru merupakan anjuran untuk berbuat baik kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan bantuan. Sedangkan yang diturunkan pada periode Madinah, perintah tersebut telah menjadi kewajiban mutlak (ilzami). Contoh ayat saat periode Mekah : Al-Maidah ayat 12 : وَلَقَدْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيبًا وَقَالَ اللَّهُ إِنِّي مَعَكُمْ لَئِنْ أَقَمْتُمُ الصَّلاةَ وَآتَيْتُمُ الزَّكَاةَ وَآمَنْتُمْ بِرُسُلِي وَعَزَّرْتُمُوهُمْ وَأَقْرَضْتُمُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا لأكَفِّرَنَّ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَلأدْخِلَنَّكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ فَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ Artinya : “Dan Sesungguhnya Allah telah mengambil Perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya aku beserta kalian, Sesungguhnya jika kalian mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada Rasul-Rasul-Ku dan kalian bantu mereka dan kalian pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya aku akan menutupi dosa-dosa kalian. dan Sesungguhnya kalian akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka Barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, Sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.” Contoh ayat saat periode Madinah : Al-Bayyinah ayat 5: وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ Artinya : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” Nash dalam as-Sunnah juga banyak mengandung hadis-hadis tentang zakat. Salah satunya Imam Bukhari dan Muslim telah menghimpun hadis-hadis yang berkaitan dengan zakat sekitar 800 hadis. Selain Bukhari dan Muslim banyak juga Imam lain yang juga menghimpun hadis tentang zakat. Diantara hadis yang mengupas tentang zakat antara lain: عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكاَةَالْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى الناَّسِ صاَعاً مِنْ تَمْرٍ اَوْصَاعاً مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ اَوْعَبْدٍ ذَكَرٍ اَوْاُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ – رواه البخارى ومسلم. وفى البخارى وكان يُعْطُوْنَ قَبْلَ الفِطْرِ بِيَوْمٍ اَوْ يَوْ مَيْنِ. Artinya : “Dari Ibnu Umar. Ia berkata, “Rasulullah Saw. Mewajibkan zakat fitri (berbuka) bulam Ramadhan sebanyak satu sa’ (3,1 liter) kurma atau gandum atas tiap-tiap orang muslim merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan.” (Riwayat Bukhari dan Muslim). B. Macam-macam zakat 1. Zakat Fitrah Makna atau arti dari zakat fitrah yaitu zakat yang sebab diwajibkannya adalah futur (berbuka puasa) pada bulan Ramadhan dan juga biasa disebut sebagai sedekah fitrah. Zakat fitrah diwajibkan pada tahun kedua Hijriah, yaitu tahun diwajibkannya puasa Ramadhan untuk mensucikan orang yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya, untuk memberi makanan pada orang-orang miskin dan mencukupkan mereka dari kebutuhan dan meminta-minta pada Hari Raya. Zakat fitrah berbeda dengan zakat yang lain karena merupakan zakat pribadi. Oleh sebab itu pada zakat fitrah tidak disyaratkan hal layaknya zakat yang lain, seperti memiliki nisab dan lain-lain. Secara umum syarat sah atau utama dari zakat fitrah ini adalah yang pertama Islam, dan yang kedua adalah ukuran adanya kelebihan dari makanannya dan makanan orang yang wajib nafkah baginya pada hari dan malam hari raya, dan kelebihan dari rumahnya, perabot rumah tangganya dan kebutuhan pokoknya . Ini berarti misalnya ada bayi yang baru lahir pun sudah wajib di zakati karena zakat merupakan kewajiban bagi seluruh umat Islam. Rasulullah mengeluarkan zakat fitrah dan memerintahkan agar mengeluarkannya stelah shalat Shubuh dan sebelum shalat Idul Fitri. Meski waktunya biasa dikatakan singkat tapi itu cukup mengingat sedikitnya jumlah masyarakat pada masa itu. Tentunya berbeda pada saat zaman sahabat dimana jumlah masyarakat bertambah banyak selain itu wilayah persebaran penduduk juga semakin luas. Karena perbedaan kondisi dan situasi yang tidak memungkinkan jadilah waktu pembayaran zakat diperpanjang menjadi dua hari. Kini sejauh pemahaman penulis pembayaran zakat bisa dibayarkan dari awal bulan Rmadhan. Dan juga hal lain yang berbeda adalah apabila pada zaman dahulu zakat dibayar dengan bahan makanan pokok, pada zaman kita zakat bisa dibayarkan dengan berbentuk uang atau bentuk yang lain. Karena pada prinsipnya zakat itu bermanfaat bagi si penerima jadi dipilihlah yang memungkinkan bisa menolong si penerima zakat. 2. Zakat Mal (Harta Benda) Zakat mal adalah zakat yang wajib dikeluarkan dari harta yang kita miliki. Dalam al-Quran memang terdapat beberapa kekayaan yang disebutkan dan diperingatkan untuk dikeluarkan zakatnya sebagai hak Allah, antara lain: a. Emas dan Perak At-Taubah ayat 34 : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۗ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” b. Tanaman dan buah-buahan Al-Anam ayat 141 : وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ Artinya : “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” c. Usaha seperti usaha dagang Al-Baqarah ayat 276 : يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ Artinya : “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa” d. Barang-barang tambang yang dikeluarkan dari perut bumi Al-Baqarah ayat 267 : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِآخِذِيهِ إِلَّا أَن تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ Artinya : “Wahai orang orang yang beriman, infakkanlah sebagian harta yang baik dari yang kalian peroleh dan dari sebagian dari yang Kami keluarkan dari perut bumi untuk kalian. Janganlah engkau sengaja memilih harta yang burut lalu darinya kalian berinfak, padahal kalian tidak lagi sudi mengambilnya kecuali dalam kondisi memercingkan mata ( risih). Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” Kekayaan yang dimiliki antara satu orang dengan yang lain tentunya berbeda, oleh karena itu zakat mal (kekayaan) ini memiliki syarat-syarat kekayaan yang menjadi wajib dizakatkan, antara lain: a. Kepemilikan penuh Istilah kepemilikan penuh di atas mengandung arti bahwa kekayaan kekayaan itu harus berada di bawah kontrol dan di bawah kekuasaannya, atau seperti yang dinyatakan oleh sebagian ahli fikih bahwa kekayaan itu harus berada di tangannya, tidak tersangkut di dalamnya, dapat ia pergunakan dan faedahnya dapat dinikmatinya. Oleh karena itu mereka (ahli fikih) berpendapat bahwa seorang pedagang tidak wajib zakat apabila barang yang dibelinya belum sampai di tangannya, begitu pula barang yang dirampok dan diselewengkan apabila barang itu dikembalikan kepada pemiliknya. Sebab lain zakat tidak wajib misalnya adalah penggadaian, bila barang yang digadaikan berada di tangan yang menerima gadai, oleh karena barang tidak berada di tangannya maka tidak wajib. b. Berkembang Ketentuan tentang kekayaan yang wajib dizakatkan adalah bahwa kekayaan itu dikembangkan dengan sengaja atau mempunyai potensi untuk berkembang. Pengertian berkembang menurut bahasa sekarang adalah bahwa sifat kekayaan itu memberikan keuntungan, bunga, atau pendapatan, keuntungan investasi, ataupun pemasukan, sesuai dengan istilah yang dipergunakan oleh ahli-ahli perpajakan. Ataupun kekayaan itu berkembang dengan sendiri, artinya bertambah dan menghasilkan produksi. Inilah yang ditekankan dan dijelaskan oleh ahli-ahli fikih sejelas-jelasnya dan setuntas-tuntasnya. c. Cukup Senisab Islam tidak mewajibkan zakat atas seberapa saja besar kekayaan yang berkembang sekalipun sekalipun kecil sekali, tetapi memberi ketentuan sendir yaitu sejumlah tertentu yang dalam ilmu fikih disebut sebagai nisab. Terdapat hadis-hadis yang mengeluarkan dari kewajiban zakat kekayaan di bawah lima ekor unta dan empat puluh ekor kambing, demikian juga yang di bawah dua ratus dirham uang perak dan di bawah lima kwintal (wasaq) bijikan, buah-buahan, dan hasil-hasil pertanian . Soal besarnya zakat kita akan mengambil contoh dari nishab emas dan perak. Dahulu penetapan nishab emas dan perak masih mengacu kepada Urf (kebiasaan). Pada masa itu apabila menggunakan nishab ukuran perak, yakni dua ratus dirham (sekitar 595 gram), Sedangkan bila menggunakan ukuran emas, yakni dua puluh mitsqal atau dinar (sekitar 85 gram). Pada waktu itu kurs dinar sama dengan sepuluh dirham.(20 dinar sama dengan 200 dirham). Menurut Yusuf Qardhawi hal ini sudah tidak lagi relevan karena harga emas sekarang sudah hampir sepuluh kali lipat dari harga perak berbeda dari zaman itu dimana harga emas masih sekitar enam kali lipat dari harga perak. Oleh karena itu untuk menyikapi permasalahan ini beliau menggunakan metode di kurs kan dengan uang. Karena nilai betapapun perubahan nilai jual emas pasti bisa di uangkan. Dalam hal ini pemakalah setuju dengan pendapat Yusuf Qardhawi karena menurut pemakalah cara ini merupakan cara paling praktis dan tentunya terbukti efektif. d. Lebih dari kebutuhan biasa Lebih dari kebutuhan biasa disini banyak ditafsirkan oleh para ulama sebagai kebutuhan di luar kebutuhan rutin. Tetapi hal ini masih perlu diperdebatkan lagi karena kita tentu tahu kebutuhan antara satu orang dengan yang lain berbeda. Contohnya bagi si A Televisi adalah hal pokok tetapi bagi si B Telvisi merupakan hal yang tersier atau bersifat sampingan. Oleh sebab itulah menurut saya hal ini tidak bisa disamaratakan. Yang terpenting adalah bahwa kebutuhan rutin manusia itu berubah-ubah dan berkembang sesuai dengan perubahan zaman, situasi dan kondisi setempat. Dan yang menjadi tekanan di sini adalah kebutuhan-kebutuhan rutin orang yang terkena kewajiban zakat itu serta kebutuhan rutin orang-orang yang di bawah tanggungannya, seperti istri, anak-anak betapapun jumlahnya, orang tua dan anggota-anggota keluarga lain yang harus ditanggungnya. Kebutuhan mereka itu berarti atau merupakan kebutuhannya juga. e. Bebas dari Hutang Bila pemilik mempunyai hurang yang menghabiskan atau mengurangi jumlah senisab itu, zakat tidaklah wajib, kecuali bagi sebagian ulama fikih terutama tentang kekayaan yang berkaitan dengan kekayaan tunai. Sebab perbedaan pendapat mereka adalah dalam hal cara pembayaran zakat, pandangan mereka tentang zakat, dan perbedaan pendapat mereka tentang hal itu, sebagaimana terungkap dari pernyataan Ibnu Rusyd apakah zakat itu ibadat ataukah hak orang miskin yang mutlak ada dalam suatu kekayaan. f. Berlalu Setahun Maksudnya adalah bahwa kepemilikan yang berada di tangan si pemilik sudah berlalu masanya dua belas bulan Qamariyah. Persyaratan setahun ini hanya buat ternak, uang, dan harta benda dagang, yaitu yang dapat dimasukkan ke dalam istilah “zakat modal”. Tetapi hasil pertanian, buah-buahan, madu, logam mulia, harta karun, dan lain-lainnya yang sejenis, tidaklah dipersyaratkan satu tahun, dan semuanya itu dapat dimasukkan ke dalam istilah “zakat pendapatan”. C. Penerima / Sasaran Zakat Golongan yang berhak menerima zakat adalah seperti yang disebutkan dalam potongan ayat di bawah ini : إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk [1] orang-orang fakir, [2] orang-orang miskin, [3] amil zakat, [4] para mu’allaf yang dibujuk hatinya, [5] untuk (memerdekakan) budak, [6] orang-orang yang terlilit utang, [7] untuk jalan Allah dan [8] untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At Taubah: 60) D. Zakat Dalam Usaha Pengentasan Kemiskinan Kemiskinan Kemiskinan merupakan sebuah masalah sosial. Dimana penanggulangannya bisa dikatakan sangatlah sulit, karena standarisasi orang disebut miskin juga masih terbilang abstrak. Kemiskinan hingga kini belum diketahui kapan kemunculan pertamanya, tetapi menurut logika penulis, kemiskinan itu tentunya sudah ada sejak dahulu kala karena kebutuhan setiap orang pada setiap zaman akan berbeda. Dahulu, mungkin seseorang akan diklasifikasikan ke dalam orang yang hidupnya berkecukupan. Hal ini mungkin berubah pada zaman ini karena mungkin seseorang itu tidak memenuhi satu kriteria orang berkecukupan pada zaman ini. Lalu sebenarnya kemiskinan itu ?, banyak pendapat tentang hal ini . Menurut mazhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah sesorang itu disebut miskin apabila orang tersebut masih mampu berusaha memperoleh nafkah secara halal, tetapi hasilnya tidak mencukupi bagi dirinya dan keluarganya. Sedangkan menurut mazhab Hanafiyah sesorang disebut miskin apabila orang tersebut tidak mampu bekerja dan kebutuhan hidupnya belum tercukupi . Dalam hal ini penulis lebih condong sepakat dengan pendapat mazhab yang pertama. Menurut penulis seseorang disebut miskin apabila orang tersebut sudah berusaha tetapi kebutuhannya belum terpenuhi, mungkin yang ditambahkan oleh penulis kebutuhan disini bukan hanya kebutuhan jasmani seperti makanan tetapi juga kebutuhan rohani seperti keluarga yang bahagia dan ketenangan jiwa. Islam dan Usaha Pengentasan Kemiskinan Seperti yang kita ketahui bahwa Islam merupakan agama yang mengajarkan untuk saling mengasihi dan menyayangi sesama manusia. Hal ini tentulah sesuai dengan prinsip “orang muslim itu saudara” hal ini sangatlah masuk akal karena sesuai yang kita yakini bahwa semua orang di dunia ini merupakan anak turun dari Nabi Adam A.S. Meskipun kita diciptakan berbeda bentuk, ras dan warna kulit, kita harus tetap saling menghargai seperti hadis Rasulullah “Perbedaan dalam umatku adalah rahmat” karena seperti apapun keadaannya manusia itu diciptakan Allah dalam bentuk sebaik-baiknya. Kontekstualisasi dari konsep rasa sayang dalam Islam ini salah satunya tercurah dalam wujud Ibadah Zakat. Dimana ibadah zakat ini meurut penulis dapat menumbuhkan rasa kepekaan sosial terhadap lingkungan sekitar. Contoh realisasi kepekaan sosial ini sudah diterapkan oleh khalifah Umar bin Khattab di mana beliau setiap malam berkeliling kota untuk memeriksa apakah masih terdapat warga yang kelaparan. Apabila beliau mendapati warganya masih kelaparan, beliau menyuruh prajuritnya atau tak jarang beliau sendiri yang memikul bahan makanan ke rumah penduduk yang membutukan. Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, وَ مَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيْهِ كَانَ اللهُ فِى حَاجَتِهِ “Dan barangsiapa yang berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah juga akan berusaha memenuhi kebutuhannya”. [HR al-Bukhoriy: 2442, 6951, Muslim: 2580, Abu Dawud: 4893, at-Turmudziy: 1426 dan Ahmad: II/ 91. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih] Dalam agama samawi yang lain (Yahudi dan Nasrani) juga dikenal konsep seperti zakat/sadakah. Dalam kepercayaan mereka terdapat nasihat untuk memberikan perhatian pada fakir miskin, janda-janda dan anak yatim . Hal ini berbeda dengan pandangan Islam. Apabila dalam pandangan agama samawi yang lain (sadakah) masih merupakan nasihat atau anjuran maka dalam Islam sadakah/zakat merupakan suatu kewajiban dan termasuk salah satu rukun Iman. Mungkin dalam hal ini penulis setuju dengan konsep yang dicetuskan oleh Ustadz Yusuf Mansur bahwasanya orang yang berzakat/sadakah akan dibalas sepuluh kali lipat oleh Allah swt. Tentu kita tidak berniat mengharap harta yang kita sadakahkan akan dibalas sepuluh kali lipat oleh Allah tetapi hal ini secara tidak langsung meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan. Dan anehnya meski orang yang berzakat itu tidak berniat melipatgandakan hartanya tetapi dalam kenyataan hartanya tidak habis bahkan terus berkembang. Hal ini tentunya sesuai dengan janji Allah SWT “Min Haitsu La Ya Tahsib” yang artinya Allah akan memberikan rezeki dari jalan yang tidak diduga-duga, oleh karena itu marilah mulai dari sekarang kita biasakan bersedeka. Dalam kenyataan, dewasa ini banyak orang bersedekah bukan karena Allah melainkan ingin mencari nama dalam masyarakat. Hal ini banyak kita temui saat menjelang pemilu. Banyak calon yang “membeli suara” masyarakat dengan cara memberikan uang, fasilitas, bahan makanan dan lain-lain. Hal ini tentu tidak sesuai dengan hadis Rasulullah SAW “Innama a’malu binniyat” yang artinya segalanya itu tergantung pada niatnya. Coba kita fikirkan kembali kalau uang, fasilitas, ataupun bahan makanan tersebut diberikan bukan karena ingin mendapat suara, melainkan ingin bersadakah maka orang tersebut apabila masyarakat tersanjung akan dapat menjadi sesuai yang diinginkan dan mendapat pahala bersadakah sedangkan apabila belum maka tidak akan rugi karena sudah mendapatkan pahala sadakah. Asy-Syekh Az-Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’alim juga secara tidak langsung menyinggung problema ini. Menurut beliau “Amal dunia bisa bernilai amal akhirat dan Amal akhirat bisa hanya menjadi amal dunia” maksudnya adalah amal yang berbentuk amalan dunia (memberi makan binatang contohnya) bisa menjadi pahala bagi kita di akhirat karena kita meniatkan hal itu karena Allah berbeda tentunya dengan masalah yang kita singgung tadi tentang orang yang bersadakah karena ingin mendapat suara saat pemilu. Bersadakah sebenarnya merupakan amalan akhirat tetapi karena niatnya bukan karena Allah, maka hanya menjadi amalan dunia dan tidak mendapatkan pahala ibadah. Dalam kehidupan sehari-hari manfaat zakat khususnya zakat fitrah dalam kacamata penulis sangat membantu dalam penanggulangan kemiskinan Yang paling penulis ketahui adalah saat zakat fitrah. Sesuai tradisi di desa penulis setelah shalat Idul Fitri Jumlah zakat yang diterima dan jumlah penerima zakat disebutkan. Jumlah wajib zakat di desa penulis tahun ini adalah seribu orang lebih, besarnya zakat yang dibayarkan untuk zakat yang berupa beras adalah 2,7 kg dan Rp. 25.000 untuk zakat berupa uang. Jumlah penerimaan zakat yang berupa beras adalah sebanyak 2,5 ton lebih dan 2,5 juta rupiah dalam berbentuk uang. Penerima zakat sebanyak 123 orang. Jadi bila kita hitung secara matematis setiap penerima zakat akan mendapatkan 2 kwintal beras lebih dan Rp. 200.000 dalam bentuk uang. Tentunya jumlah sebesar itu sangat membantu bagi penerima zakat. Sehingga uang yang seharusnya digunakan untuk membeli bahan makanan bisa dialihkan untuk kebutuhan yang lain seperti sekolah, pengembangan usaha dan dampaknya bisa mempercepat penanggulangan kemiskinan. Hal itu adalah contoh pemanfaatan zakat di desa penulis. Bila kita fikirkan secara logika hal ini tentu sangat meringankan beban pemerintah sebagai pemangku jabatan. Karena hal ini tentu sangat membantu menanggulangi masalah kelaparan di Indonesia karena seperti yang kita telah ketahui mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam. Tetapi sangat disayangkan masalah kelaparan sebagai salah satu indikasi kemiskinan masih banyak ditemui di Indonesia. Menurut penulis peran yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah dengan dengan cara : a. Memeberikan pengetahuan/keterampilan kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat mandiri b. Menetapkan standarisasi warga miskin (contohnya mengacu kepada penghasilan berkapita) c. Dana yang tersedia disalurkan kepada masyarakat sebagai modal untuk pengembangan usaha d. Melakukan sensus secara berkala agar pemberian bantuan efektif e. Melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk mengetahui problema yang dialami Metode penuntasan Kemiskinan Menurut Yusuf Qardhawi Yusuf Qardhawi secara umum mencetuskan konsep penuntasan kemiskinan dalam tiga cara yaitu Individu, masyarakat dan Negara. Menurut Yusuf Qardhawi cara penuntasan kemiskinan dengan lingkup terkecil yaitu secara Individu adalah dengan bekerja. Sesuai dengan Hadis Rasulullah SAW: مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ “Tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan yang lebih baik dari makanan yang dihasilkan dari jerih payah tangannya sendiri. Dan sesungguhnya nabi Daud ‘alaihissalam dahulu senantiasa makan dari jerih payahnya sendiri.” (HR. Bukhari, Kitab al-Buyu’, Bab Kasbir Rojuli wa ‘Amalihi Biyadihi II/730 no.2072). Cara kedua adalah penuntasan kemiskinan dengan melibatkan masyarakat, antara lain : a. Memberi nafkah kepada karib kerabat b. Menghormati dan menjaga hak tetangga c. Mnegeluarkan zakat secara sukarela d. mengeluarkan berbagai kewajiban selain zakat dari harta yang dimiliki seperti membayar denda, nazar serta membantu orang yang sedang dalam kesulitan. e. Memberikan sedekah sukaarela baik yang bersifat sementara maupun yang bersifat abadi seperti amal jariyah, wakaf dan lain-lain Cara yang terakhir adalah dengan melibatkan negara adalah dengan jaminan Baitul Mal negara, yaitu kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan para fakir miskin yang membutuhkan, baik dari kalangan muslim maupun dzimmi (nonmuslim yang hidup di bawah naungan pemerintah Islam). Selain itu Yusuf Qardhawi juga mengemukakah pandangannya bagi upaya pengentasan kemiskinan melalui enam solusi, antara lain: a. Setiap orang Islam harus bekerja keras dan meningkatkan etos kerja b. Orang-orang kaya menyantuni dan menjamin kehidupan ekonomi keluarga dekatnya yang miskin c. Meningkatkan dan mengintensifkan pelaksanaan zakat secara profesional d. Mengintensifkan pengumpulan bantuan dari sumber, baik dari swadaya masyarakat maupun pemerintah e. Mendorong orang-orang kaya untuk mengeluarkan sadakah tathawwu’ kepada orang-orang yang yang sangat membutuhkannya f. Bantuan-bantuan sukarela dan kebaikan hati secara individual dan insidential Dalam hal ini penulis sepakat dengan Yusuf Qardhawi bahwa penanggulangan kemiskinan tidak hanya melibatkan faktor Individu melainkan juga melibatkan faktor eksternal seperti masyarakat dan pemerintah. Karena faktor-faktor ini saling terkoneksi satu dengan yang lain. Saat pendataan warga contohnya, lingkungan (dalam hal ini perangkat desa) akan mencatat jumlah warga yang termasuk di bawah garis kemiskinan dan akan melampirkan data kepada pemerintah. Sehingga nantinya pemberian bantuan akan efektif. Pemberian bantuan pun menurut penulis sangatlah cerdas, karena apabila dihitung misalnya pemberian bantuan sejumlah Rp. 500.000 misalnya akan membantu memperbaiki kualitas gizi masyarakat. Sehingga secara tidak langsung masyarakat akan sehat, dampaknya masyarakat akan jarang sakit, kalau jatuh sakit masyarakat akan berobat menggunakan jaminan kesehatan di mana itu menjadi tanggungan pemerintah. Bila dihitung biaya pengobatan mungkin bisa mencapai Rp. 1.000.000 lebih. Dari sini terlihat bahwa dengan memberikan bantuan dapat menurunkan beban tanggungan pemerintah sebanyak Rp.500.000. Belum lagi dengan pemberian bantuan ini secara tidak langsung juga akan menurunkan tingkat kejahatan seperti mencuri besi rel, sekrup jembatan dan juga barang milik masyarakat yang tentunya akan memberikan kerugian yang lebih besar lagi. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari artikel ini penulis menyimpulkan bahwa peran zakat dalam pengentasan kemiskinan sangatlah penting. Tetapi sangat disayangkan zakat masih dikenal sebagai ibadah yang ditunaikan setahun sekali (zakat fitrah). Apabila peran zakat sudah dapat teroptimalkan maka tentu akan memudahkan bahkan meringankan beban pemerintah tentang masalah kemiskinan warganya. Selain membantu pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia, zakat juga berfungsi sebagai pengasah kepekaan masyarakat dengan lingkungan. Dengan berzakat tentunya masyarakat akan semakin tahu bahwa pentingnya lingkungan bagi kehidupan. Tentu karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial sehingga tidak mungkin bisa hidup seorang diri. B. Saran Seperti yang telah penulis tuliskan, peran zakat perlu lebih dioptimalkan kembali oleh pemerintah mengingat dampaknya yang bisa membantu pemerintah sendiri. DAFTAR PUSTAKA Qadir, Abdurrachman. 1998. Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada Qardhawi, Yusuf. 1993. Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW. Bandung: Karisma Qardhawi, Yusuf. 1993. Hukum Zakat Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis. Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa Bogor Baru Wargadinata, Wildana. 2011. Islam & Pengentasan Kemiskinan. Malang: UIN-Maliki Press
0 komentar:
Posting Komentar