Selasa, 24 November 2015

RINGKASAN QURAN DAN HADIS


A. Hadis pada masa Rasulullah saw
    Seperti kita telah ketahui hadis adalah segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perilsaya, persetujuan beliau akan tindakan sahabat , atau definisi dan karakternya
Pada masa Rasulullah saw ini perkembangan hadis berlangsung secara alamiah atau dengan kata yang lebih sederhana penyampaian hadis terjadi di mana dan kapan saja tergantung keberadaan Rasulullah saw. Baik itu di jalan, di masjid, bahkan di tempat tidur . Karena asal dari hadis ataupun sunnah itu dari seluruh gerak-gerak, tindak-tanduk, tutur kata, dan segala aktivitas Rasulullah saw .
Karena berbagai alasan, Hadis pada masa Rasulullah saw belum dilakukan penulisan atau kodifikasi secara resmi. Salah satu alasannya adalah bahwa ia masih dalam proses pembentukan dan pertumbuhan yang berlangsung hingga Rasulullah wafat. Perhatian penuh yang di berikan Rasulullah saw dan para sahabatnya terhadap Al-Quran dengan menghafal dan menulisnya juga menjadi alasan, tetapi yang paling berpengaruh adalah adnya larangan dari Nabi Muhammad saw kepada para sahabat untuk melakukan kegiatan tulis-menulis selain Al-Quran, seperti yang termuat dalam hadis di bawah ini :
“Janganlah kamu sekalian menulis (apa yang kalian dengar) dariku selain al-Quran. Dan barangsiapa yang telah menulis selain al-Quran maka hendaklah ia menghapusnya! Ceritakan (apa yang kalian dengar) dariku itu dan tidak apa-apa. Dan barangsiapa membuat kedustaan atas nama saya dengan sengaja maka hendaklah ia bersiap-siap menempati tempat duduknya dari api neraka”. (HR. Muslim, al-Darimi & Ahmad Imam Ahmad, dari sahabat Abu Sa`id al-Khudri).
Secara implisit Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw merasa khawatir, jika Hadis boleh  ditulis maka perhatian sahabat terhadap al-Quran berkurang dan catatan-catatan Hadis akan bercampur dengan catatan-catatn al-Quran, sehingga beliau melarang para sahabat menulis Hadis.
Meskipun demikian, bukan berarti Hadis tidak ditulis sama sekali. Di antara para sahabat ada beberapa orang yang mempunyai lembaran-lembaran (shahifah) catatan Hadis. Misalnya Abdullah ibn Amr ibn Ash, memiliki lembaran-lembaran catatan Hadis yang dikenal dengan nama al-Shahifah al-Shadiqah. Dinamakan demikian karena ia menulis Hadis secara langsung dari Rasulullah saw sendiri, sehingga dipandang sebagai “riwayat yang paling benar”. Hal ini tidak berarti melanggar perintah Rasulullah saw. Karena pada riwayat yang lain menyatakan tentang ijin, bahkan perintah, dari Rsulullah saw untuk menulis Hadis. Seperti yang tercantum dalam Hadis di bawah ini :
“  Tulislah (apa yang kamu dengar dariku, karena demi Dzat yang jiwaku ada dalam genggaman-NYA, tidak ada yang keluar dari mulutku kecuali kebenaran”. (HR. Abu Dawud, al-Darimi, & Ahmad Imam Ahmad)
Sehubungan dengan adanya dua hadis di atas, ada dua pendapat yang dikemukakkan oleh ulama. Antara lain :
Pertama, Riwayat yang melarang penulisan Hadis dinaskah (dihapus) oleh riwayat yang mengijinkannya. Pelarangan dimaksudkan untuk menjaga kemurnian al-Quran agar ayat-ayatnya tidak bercampur dengan selainnya. Oleh karena itu, ketika kekhawatiran tersebut telah hilang, karena para sahabat sudah dapat membedakan antara ayat-ayat al-Quran dan yang bukan, maka kemudian Rasulullah saw mengijinkan mereka menulis hadis.
Kedua, Pelarangan penulisan Hadis ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan akan mencampur adukkan Hadis dan al-Quran, sedangkan ijin diberikan kepada mereka yang tidak dikhawatirkan mencampur adukkan keduanya, seperti Abdullah ibn Amr ibn Ash .   
B. Hadis pada masa sahabat
    Jumlah sahabat yang menulis Hadis tersebut jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah para ahli di bidang ini pada masa-masa berikutnya. Hal ini karena mereka lebih banyak menghafal Hadis daripada menulisnya.
    Sahabat Rasulullah khususnya khulafaur rasyidin banyak yang menerima ataupun menulis Hadis. Kita mulai dengan Abu Bakar Al-Shiddiq. Beliau menyuruh Aisyah untuk membawakan Hadis yang telah ia kumpulkan sebanyak 500 buah kemudian beliau membakar Hadis-hadis tersebut. Ini disebabkan karena beliau resah dan takut apabila menyebarkan Hadis sedangkan Hadis itu tidak benar.
    Sahabat Rasulullah selanjutnya adalah Umar bin Khattab. Setiap beliau mendapatkan Hadis dari sahabat Rasulullah yang lain maka ia akan mencocokkan Hadis yang ada itu dengan yang didapatkan oleh sahabat yang lainnya. Beliau juga memerintahkan untuk tidak menyebarluaskan Hadis di masyarakat karena dikhawatirkan akan mengganggu konsentrasi masyarakat dalam memahami al-Quran.
    Selanjutnya adalah Utsman bin Affan. Pada masa Utsman masalah Hadis tidak ditindak setegas pada masa dua khalifah sebelumnya. Utsman juga tidak meriwayatkan banyak Hadis sebanyak khalifah yang lain yaitu sebanyak kurang lebih empat puluh Hadis.
    Kemudian yang terakhir adalah Ali bin Abi Thalib. Ali setiap menerima Hadis dari sahabat yang lain tidak begitu saja menerima karena sebelum menerima Hadis Ali selalu meminta sahabat yang membawa Hadis untuk bersumpah akan kebenaran dari Hadis itu. Ali juga banyak meriwayatkan Hadis yaitu kurang lebih sebanyak 780 Hadis.
    Selain para Khulafaur Rasyidin ada tujuh sahabat yang dikenal sebagai al-Mukassirun yang meriwayatkan lebih dari 1000 Hadis. Sahabat-sahabat itu antara lain :
1.    Abu Hurairah (19-59 H). Menurut Baqi` beliau meriwayatkan 5.374 Hadis. Tetapi menurut penelitian terbaru beliau hanya meriwayatkan sebanyak 1.236 buah Hadis.
2.    Abdullah bin Umar (10-74 H). Menurut Baqi` beliau meriwayatkan sebanyak 2.630 buah Hadis.
3.    Anas bin Malik (10-93 H). Seorang pelayan Rasulullah saw selama 10 tahun. Ia telah meriwayatkan sebanyak 2.286 buah Hadis
4.    Aisyah binti Abu Bakar (58 H). Meriwayatkan sebanyak 2.210 buah Hadis.
5.    Abdullah bin Abbas (3 SH-68 H). Meriwayatkan sebanyak 1.660 buah Hadis.
6.    Jabir bin Abdullah (16 SH-78 H). Meriwayatkan sebanyak 1.540 buah Hadis.
7.    Abu Sa`id al-Khudri (74 H) Meriwayatkan sebanyak 1.170 buah Hadis .

Pada perkembangannya Hadis dari sahabat ini juga ada yang berkembang menjadi Sunnah sahabat karena di sebabkan oleh berbeagai hal. Sunnah sahabat sendiri ada tiga yaitu:
1.    Yang diduga Sunnah Nabi Muhammad saw dan diketahui sahabat tetapi riwayatnya tidak sampai kepada kita
2.    Ijtihad yang disepakati para sahabat
3.    Sunnah yang berasal dari para khalifah

Sunnah sahabat itu juga memiliki kondisi. Contohnya Sunnah sahabat yang menggantikan sunnah Nabi Muhammad saw dan juga Sunnah sahabat yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah saw. Yang merupakan contoh Sunnah sahabat yang termasuk dalam konteks ini adalah salat sunnah tarawih dalam jamaah. Karena pada Masa Rasullah saw sholat tarawih dilakukan secara sendiri dan berlangsung hingga salah satu sahabat yaitu Umar bin Khattab kemudian mengatur salat tarawih dan menetapkan untuk pertama kalinya salat tarawih dalam keadaan berjamaah.
Kemudian yang merupakan contoh Sunnah sahabat yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah adalah Haji tamattu dan yang kedua adalah periwayatan Hadis. Haji Tamattu adalah haji yang melaksanakan ibadah umroh dan haji di bulan haji yang sama dengan mendahulukan ibadah umroh. Berikutnya tentang periwayatan Hadis. Pada masa Rasulullah saw periwayatan Hadis dilarang karena dianggap akan mencampuri al-Quran sedangkan pada masa sahabat penulisan Hadis seperti diharuskan / mendesak karena timbul banyak orang yang meriwayatkan Hadis-hadis palsu .





C. Kedudukan Sunnah dalam Syariah
    Seperti kita bahas di atas bahwa Sunnah itu bersumber dari segala sesuatu dalam kehidupan Rasullah saw. Dan apabila kita membicarakan tentang kedudukan Sunnah dalam Syariah maka kita secara tidak langsung juga membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan penyimpangan, hukuman atau sanksi dan lainnya. Dalam Islam Sunnah merupakan sumber hukum kedua setelah al-Quran. Oleh karena itu kedudukan Sunnah sangat krusial.
Setelah kita tahu kedudukan Sunnah dalam syariah maka sekarang kita akan membahas penerapan Sunnah sebagai sumber hukum dalam prakteknya. Antara lain :

1. Zina
    a. Pengertian zina
        Dalam membahas hal tentang zina ini para ulama memiliki beragam pengertian tentang apa yang dimaksud dengan zina ini antara lain :
i.    Menurut Malikiyah, Zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh orang mukalaf terhadap farji manusia (wanita) yang bukan miliknya secara disepakati dengan kesengajaan
ii.    Menurut Hanafiyah, Zina adalah persetubuhan yang haram dalam qubul (kemaluan) seorang perempuan yang masih hidup dalam keadaan ikhtiar (tanpa paksaan) di dalam negeri yang adil yang dilakukan  oleh orang-orang kepadanya berlaku hukum Islam, dan wanita tersebut bukan miliknya dan tidak ada subhat dalam miliknya
iii.    Menurut Syafi’iyah, Zina adalah memasukkan Zakar ke dalam farji yang diharamkan karena zatnya tanpa ada subhat dan menurut tabiatnya menimbulkan syahwat
iv.    Menurut Hanabilah, Zina adalah melakukan perbuatan keji (persetubuhan), baik terhadap qubul (farji) maupun dubur .

b. Macam zina

i.    Pezina Muhshan, adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang sudah berkeluarga (bersuami/beristri).
ii.    Pezina Ghairu Muhshan, adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang sudah belum berkeluarga (bersuami/beristri) .






c.  Hukuman kepada pezina

Pezina Ghairu Muhshan
a.    Hukuman Dera, Apabila jejaka dan gadis melakukan perbuatan zina, mereka dikenai hukuman dera seratus kali. Hal ini sesuai dengan Hadis Rasulullah saw “ Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberikan jalan keluar bagi mereka (pezina). Jejaka dengan gadis hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dan janda hukumannya dera seratus kali dan rajam” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
b.    Hukuman pengasingan, hukuman yang kedua bagi pezina ghairu muhshan adalah pengasingan selama satu tahun. Sesuai Hadis Rasulullah saw “....Jejaka dengan gadis hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun....”
Pezina Muhshan
a)    Hukuman Dera seratus kali
b)    Hukuman Rajam , Hal ini sesuai hadis Rsulullah seperti pada keterangan pada Hadis Rasulullah “....Lalu pergilah Unais ke tempat istri laki-laki itu, dan dia mengakui perbuatannya. Lalu Rasulullah saw memerintahkannya supaya wanita itu dirajam” (HR. Al-Jamaah selain Bukhari dan Nasai).

Hukuman atas pezina dapat dilaksanakan apabila terdapat salah satu ciri dari tiga bukti berikut, antara lain :
a)    Pengakuan pihak yang berzina itu sendiri
b)    Kehamilan wanita di luar nikah
c)    Kesaksian empat orang saksi
Selain zina, ada juga perbuatan terlarang yang dibenci oleh Allah set, antara lain :
i.    Larangan bersetubuh dengan binatang, hal ini sesuai hadis Rasulullah “Barangsiapa yang menyetubuhi binatang, maka bunhlah dia, dan bunuhlah binatang itu” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi)
ii.    Larangan homoseksual, sesuai dengan hadis Rasulullah saw “Barangsiapa yang kamu jumpai mengerjakan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya” (HR. Al-Khamsah selain An-Nasai)
iii.    Larangan Lesbian, sesuai hadis Rasulullah saw “Tidak boleh memandang aurat sesama prianya dan tidak boleh wanita memandang seasama wanitanya, tidak boleh pria bergabung dengan sesama laki-laki dalam satu kain, dan tidak boleh wanita bergabung dengan sesama wanita dalam satu kain” (HR. Abu Dawud)



2. Minum Khmer
    a. Pengertian
            Islam melarang khamar (minuman keras) secara berangsur-angsur karena pada saat itu minuman keras sudah menjadi kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan . Sedangkan khmar itu adalah segala sesuatu yang memabukkan baik itu dikonsumsi sedikit maupun banyak . Hal ini sesuai hadis Rasulullah saw yang termaktub dalam kitab Al-Lu’luah wal Marjan “Apa saja yang banyak memabukkan maka yang sedikitpun haram”.

        b. Hukuman
i.    Hukuman di dunia dicambuk dan dibunuh. Dasarnya hadis-hadis berikut ini: “Nabi Muhammad saw mendera (peminum) khamar dengan pelepah kurma, dan sandal (sepatu). Dan Abu Bakar RA menderanya empat puluh kali”( Al-Lu’luah wal Marjan no. 1108)
ii.    Hukuman di akhirat, Seperti hadis berikut ini : “Ada tiga macam orang yang Allah tidak akan memandang kepadanya pada hari kiamat kelak. Yaitu anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, orang yang suka minum khmar, dan orang yang membicarakan kembali pemberiannya kepada orang (HR Ibnu Wahab)
c. Pembuktian
a)    Dengan saksi, Jumlah minimal saksi yang diperlukan untuk membuktikan jarimah minum khmar adalah dua orang yang memenuhi syarat-syarat persaksian.
b)    Dengan pengakuan, Jarimah minum khamar dapat dibuktikan dengan adnya pengakuan pelaku. Pengakuan ini cukup satu kali dan tidak perlu diulang-ulang sampai empat kali.
c)    Dengan Qarinah (tanda), Jarimah minuman khmar juga bisa dibuktikan dengan qarinah atau tanda. Qarinah itu antara lain: Bau minuman, mabuk, dan muntah
Adapun syarat-syarat saksi adalah sebagai berikut:
a)    Baligh (Dewasa)
b)    Berakal
c)    Kuat Ingatan
d)    Dapat Berbicara
e)    Dapat Melihat
f)    Adil
g)    Islam
h)    Tidak ada penghalang persaksian
3. Pencurian
    a. Pengertian
        Menurut Abdul Qadir Audah pengertian pencurian ada dua yaitu pencurian ringan dan pencurian berat. Menurut beliau pencurian ringan adalah mengambil harta milik orang lain dengan cara diam-diam, yaitu dengan jalan sembunyi-sembunyi. Sedangkan pencurian berat memiliki pengertian mengambil harta milik orang lain dengan cara kekerasan .

    b. Unsur Pencurian
        Pencurian secara umum dikelompokkan menjadi empat tipe atau golongan, antara lain :
i.    Pengambilan secara diam-diam, Pengambilan secara diam-diam terjadi apabila pemilik (korban) tidak mengetahui terjadinya pengambilan barang tersebut dan ia tidak merelakannya. Contoh : Mengambil barang orang lain saat malam hari saat pemilik sedang terlelap tidur
ii.    Barang yang diambil , Salah satu unsur penting untuk dikenakannya hukuman potong tangan adalah bahwa barang yang dicuri itu harus barang yang bernilai mal (harta). Contoh: Mencuri kambing
iii.    Harta tersebut milik orang lain, Untuk terwujudnya tindak pidana pencurian yang pelakunya dapat dikenai hukuman had, disyaratkan barang yang dicuri itu merupakan hak milik orang lain. Contoh : mencuri harta milik tetangganya
iv.    Adanya niat yang melawan hukum, Unsur ini terpenuhi apabila pelaku pencurian mengambil suatu barang padahal ia tahu bahwa barang tersebut bukan miliknya, dan karenanya haram untuk diambil .

c. Hukuman pencurian
i.    Penggantian Kerugian, Menurut imam Abu Hanifah penggantian kerugian dapat dikenakan terhadap pencuri apabila ia tidak dikenai hukuman potong tangan. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad hukuman potong tangan dan penggantian kerugian dapat dilaksanakan bersama-sama. Sedangkan menurut Imam Malik apabila barang yang dicuri sudah tidak ada dan pencuri adalah orang yang mampu maka ia diwajibkan untuk mengganti kerugian sesuai dengan nilai barang yang dicuri, di samping ia dikenai hukuman potong tangan .
ii.    Potong Tangan, Hukuman potong tangan ini sesuai Hadis Rasulullah “Dipotong tangan pencuri dalam pencurian seperempat dirham” (Al Lu’lu’ Wal Marjan no. 1097). “Potonglah tangan pencuri dalam pencurian seperempat dinar, dan janganlah kamu memotong tangan dalam pencurian yang kurang dari itu, dan sepermpat dinar pada waktu itu tiga dirham, sedangkan sedinar adalah dua belas dirham” (HR. Ahmad) 


Namun sebelum hukuman dilaksanakan ada syarat-syarat tertentu yang harus dicapai agar seseorang itu dapat atau memang pantas dijatuhi hukuman potong tangan. Antara lain :
i.    Barang yang dicuri harus Mal Mutaqawwim, Pencurian baru dikenai hukuman had apabila barang yang dicuri itu barang yang mutaqawwim, yaitu barang yang dianggap bernilai menurut syara’.
ii.    Barang tersebut harus barang yang bergerak, Untuk dikenakannya hukuman had bagi pencuri maka disyaratkan barang yang dicuri harus barang atau benda bergerak. Suatu benda dianggap bergerak apabila benda tersebut bisa dipindahkan daari satu tempat ke tempat lainnya.
iii.    Barang tersebut tersimpan di tempat simpanannya, Menurut jumhur fukaha salah satu syarat untuk dikenakannya hukuman had bagi pencuri adalah bahawa barang yang dicuri harus tersimpan di tempat simpanannya. Sedangkan menurut Zahiriyyah dan kelompok ahli hadis tetap memberlakukan hukum had, walaupun pencurian bukan dari tempat simpanannya apabila barang yang dicuri mencapai nishab pencurian. Seperti Hadis Rasulullah saw ”Tidak ada hukuman potong tangan dalam pencurian buah-buahan dan kurma” (HR. Ahmad dan empat ahli hadis)
iv.    Barang tersebut mencapai nisab pencurian, Tindak pidana pencurian baru dikenakan hukuman bagi pelakunya apabila barang yang dicuri mencapai nishab pencurian. Sesuai dengan hadis Rasulullah saw “Tangan pencuri tidak dipotong kecuali dalam pencurian seperempat dinar ke atas” (HR. Imam Ahmad, Muslim Nasa’i, dan Ibnu Majah). “Tangan pencuri dipotong dalam pencurian seperempat dinar ke atas” (HR. Imam Bukhari) 

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Powerade Coupons